01 March 2013

Petuah Pak Tua


 Hari ini aku hanya akan berbagi petuah Pak Tua tentang cinta dan kehidupan.

"Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebalikanya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya. Kebetulan yang menakjubkan. Kalau sampai pulang ke Pontianak kau tidak bertemu gadis itu, berarti bukan jodoh, sederhana bukan?" -Pak Tua

"Borno, cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan sedih, senang, gembira , sama dengan kau suka makan gulai kepala ikan, suka mesin. Bedanya kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kaucueki, ksulupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti dengan cepat kau bosan dengan gulai kepala ikan." -Pak Tua

Dari semua petuah Pak Tua tang ada di dalam novel 'Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah' inilah yang paling 'ngena' di hati. Jadi ternyata cinta itu hanya segumpal perasaan yang tak berbeda dengan bahagia, sedih, terharu, dan yang lainnya. Mungkin, terkadang hanya manusia yang terlalu mengistimewakannya. 
Tidak salah kok untuk mencintai. Mencintai Tuhan dan orangtua itu wajib. Tapi maksudku cinta yang lain. Mungkin kita mulai harus menempatkan cinta di tempat yang tepat. Tahu bagaimana aturannya dana apa sebab serta akibatnya. Sehingga tak ada lagi orang yang jatuh, galau, sedih berlarut-larut saat akibat dari cinta itu terjadi.
Memang cinta itu punya 2 sisi. Dan menurutku kedua sisinya kabur. Tak ada yang bisa menebak mana yang akan memihak atau menimpa. Bagaimanapun, semua hal di dunia ini sudah ada yang Maha Mengatur.
Dan, memang, mencintai dan dicintai adalah fitrah sekaligus takdir manusia.



...How can I resist this kind of feeling?


00:26 dilatari air menitik,

Ninis Prabaswari

No comments:

Post a Comment